KITA MESTI BERGERAK
“ Kita mesti bergerak, geraknja gerak madjoe, madjoe berlomba-lomba, kea rah ketinggian,kegembiraan,kesentosaan islam dan pemeloeknya. Mesti bergerak kata kita,karena memang semata-mata wajib menjoeng djoeng tinggi perintah Toehan Rabboel Izzati”
( KH.R.Zainuddin Fananie, 1905-1967).
( KH.R.Zainuddin Fananie, 1905-1967).
Tentang Kami
Yayasan Sentral Fananie ( selanjutnya di sebbut Fananie Center) di dirikan pada tanggal 22 Desember 2009 di Jakarta dihadapan Notaris Ediwarman Gucci,SH. Secara embrional ide-ide mendirikan Fananie Center ini telah di gulirkan dalam waktu yang panjang melalui diskusi-diskusi dan penggodogokan serius dengan melibatkan berbagai kalangan sejak beberapa tahun ke belakang. Fananie Center berdiri terutama karena terispirasi oleh gagasan-gagasan dan ide-ide pemikiran serta semangat juang tokoh pendidikan, sosial dan pergerakan islam insonesia, yakni KH.R.Zainuddin Fananie (1905-1967). Secara garis besar, pemikiran dan pergerakan tokoh pejuang ini dapat di petakan dalam tiga bagian. Pertama,KH.R.Zainuddin Fananie sebagai tokoh pemikir, yang ide-ide gagasannya secara ekplisit tergambar dalam karya-karya magnum opus beliau, seperti pedoman pendidikan modern (1934), Pedoman penangkis Crisis (1935), sendjata pangandjoer dan pemimpin islam (1937) dan banyak lagi karya lainnya yang massih tercecer di sana-sini sehingga membuthkan pelacakan dan penggalian secara serius melalui kajian-kajian yang komprehensif dan mendalam. Kedua, KH.R.Zainuddin Fananie sebagai tokoh pendidikan, yang telah mewujudkan maha karya yang monumental pada masanya dalam bentuk penyelenggaraan lembaga pendidikan Kuliyatul Mu’amilin al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Darussalam Gontor yang didirikan pada tahun 1936 bersama kakak dan adik kandung beliaunya, KH.Ahmad Sahal dan KH.Imam Zarkasyi. Bahkan, lembaga pendidikan tersebut telah menjadi corong, barometer dan model penyelenggaraan Pendidikan Islam oleh pra pengmpu pondok pesantren modern di tanah air hingga masa sekarang. Ketiga, KH.R.Zainuddin Fananie sebagai tokoh aktivis islam modernis. Semangat juang aktivis yang satu ini tidak di ragukan lagi. Dalam usia yang masih muda.beliau dia ngkat menjadi Konsul Organisasi Masyarakat Islam Pertama se-Sumatera Selatan pada 1929. Kiprah beliau dalam pergerakan sosial dan keagamaan ini telah mengantarkannya hingga di anugrahi jabatan di Kementrian Sosial. Selebihnya, beliau pun terlibat dalam berbagai pergerakan kemerdekaan di tanah air Indonesia. Dengan semangat yang sama, Fananie Center bermaksud meneruskan perjuangan tokoh terkemuka KH.R.Zainuddin Fananie dalam implementasinya,focus garapan Fananie Center lebih tertuju pada persoalan-persoalan spesifik yang terkait dengan bidang sosial,keagamaan, dan kemanusia-an. Dengan perkataan lain,Fananie Center harus menjadi garda paling depan untuk menemukan pemecahan atas persoalanpersoalan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan di tanah air. Sebagai digambarkan di bawah ini :
Pertama,
Dimensi sosial tanah air yang nmenyangkut aspek pendidikan,ekonomi,sumber daya manusia, hukum, dan lingkungan hidup menunjukan kenyataan yang memprihatinkan. Misalnya, mutu pendidikan masih rendah.indeks pembangunan manusia (Human Development Indeks, HDI) Indonesia berada pada urutan ke-111 dari 182 negara. Sehingga Indonesia di kategorikan sebagai Negara berkembang, yang berpredikat sebagai follower bukan pemimpin. Hal tersebut berdampak pada daya saing sumber daya manusia (SDM) menjadi rendah. Permasalahan lainnya adalah fenomena ke-timpangan(disparitas) yang merupakan masalah klasik dalam desain pembangunan. Menurut data survey seosial ekonomi nasional (susenas) yang di peroleh dari Badan pusat Statistik (BPS) tampak bahwa koefisien gini (ukuran pembagian pen-dapatan) tahun 2007 adalah 0,37. Dengan demikian, pembangunan ekonomi nasional di tanah air masih perlu lebih focus untuk mengurangi ras ketidakadilan dan kecemburuan sosial. Hal ini akan sangat bergantung pada stabilitas politik dan penegakkan demokrasi di Indonesia. Masalah hidup pun sebagai elemen yang tak terpisahkan dari persoalan sosial perlu mendapat perhatian serius. Kenyataannya, kerusakan lingkungan telah terjadi di lingkungan kota, pesisir, dan pegunungan. Sedangkan lingkungan kerusakan lingkungan ini mulai dari air,udara, tanah, dan pelanggaran tata ruang, alhi fungsi lahan, praktek ekploitasi hingga pelanggaran hokum lingkungan.
Kedua,
Dimensi keagamaan merupakan subjek yang tidak bisa di abaikan. Indonesia adalah Negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Sehingga bisa di katakana sebagai laboratorium kajian islam (Islamic Studies), mengingat permasalahan-permasalahan yang menyangkut keislaman banyak bermunculan di Negara ini. baik yang terkait internal umat islam sendiri maupun dalam hubungannya dengan yang lain. Permasalahan-permasalah spesifik misalnya tentang distribusi zakat, infak dan sedekah belum terkelola secara efektif; masyarakat masih banyak yang but huruf Arab (Al-Qur’an); rendahnya pengetahuan masyarakat terkait keagamaan; minimnya lembaga kajian keagamaan di lingkungan masyarakat; sering terjadi penistaan agama; dan fungsi keagamaan dalam menangani npermasalahan umatnya belum efektif. Semua ini, perlu kajian dan tindakan nyata dalam pengelolaannya. Dalam hal ini, di rasakan sekali tentang minimnya perhatian yang memadai khususnya terhadap mesjid,majlis ta’lim, madrasah, pondok pesantren dan sebagainya. Padahal, bila dimensi keislaman ini mendapat penanganan yang memadai secara simultan melalui perancangan agenda-agenda yang strategis maka Islam di Indonesia dapat menjadi benteng pertahanan dunia.
Ketiga,
Dimensi kemanusiaan tak kalah pentingnya untuk menjadi sasaran perhatian. Salah satu tema menarik yang selalu hangat di bicarakan di negeri ini adalah permasalahan anak terlantar. Kementrian Sosial mencatat saat ini terdapat 232.000 anak di Indonesia (data tahun 2010) yang hidupnya menggelandang di jalan. Kenyataan ini pun di perlihatkan oleh belum efektifnya penanganan terhadap korban bencana alam, tunawisma, gelandangan dan korban kekerasan yang di timbulkan akibat perang, konflik, terorisme dan lain-lain. Jelaslah bahwa kehidupan masyarakat di Indonesia masih berhadapan dengan beragai krisis. Tentu amat ironis di suatu negeri yang masyarakatnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keagamaan dan sosial kemasyarakatan, masih di temukan hal-hal yang tidak di harapkan, tetapi semua itu merupakan kenyataan yang tak bisa di bantah. Dalam pendahuluan buku “Pedoman Penangkis Crisis, 1935” KH.R.Zainuddin Fananie menegaskan : “ Berapa banjak perkoempoelan jang timboel, lebih-lebih dalam masa kesadaran dan zaman kemadjoean sekarang ini, disana timboel disana moentjoel tegak perkoempoelan dan perserikatan, party ini dan perserikatan itoe. Akan tetapi sajang!!! Alangkah banjaknja jang djatoeh roboh, djika tidak, ia bernasib merana, mati segan,hidoep tak maeo, mati tak tentoe koeboernja, hidoep tak tentu rimbanja”.
Berdasarkan landasan pemikiran di atas, Fananie Center merasa perlu melakukan perhatian,pencermatan,penelitian, kajian dan survey secara komprehensif, integral dan mendalam, agar berbagai persoalan dapat ditangani secara professional,akuntabel,transparan, amanah dan tepat sasaran. Dengan demikian, harapan besar KH.R.Zainuddin Fananie relevansi-nya dengan agenda penguatan aspek hokum,ekonomi,pendidikan,agama dan budaya, demi menompang terciptanya masyarakat madani yang kita cita-citakan dapat di wujudkan di Indonesia.
Pertama,
Dimensi sosial tanah air yang nmenyangkut aspek pendidikan,ekonomi,sumber daya manusia, hukum, dan lingkungan hidup menunjukan kenyataan yang memprihatinkan. Misalnya, mutu pendidikan masih rendah.indeks pembangunan manusia (Human Development Indeks, HDI) Indonesia berada pada urutan ke-111 dari 182 negara. Sehingga Indonesia di kategorikan sebagai Negara berkembang, yang berpredikat sebagai follower bukan pemimpin. Hal tersebut berdampak pada daya saing sumber daya manusia (SDM) menjadi rendah. Permasalahan lainnya adalah fenomena ke-timpangan(disparitas) yang merupakan masalah klasik dalam desain pembangunan. Menurut data survey seosial ekonomi nasional (susenas) yang di peroleh dari Badan pusat Statistik (BPS) tampak bahwa koefisien gini (ukuran pembagian pen-dapatan) tahun 2007 adalah 0,37. Dengan demikian, pembangunan ekonomi nasional di tanah air masih perlu lebih focus untuk mengurangi ras ketidakadilan dan kecemburuan sosial. Hal ini akan sangat bergantung pada stabilitas politik dan penegakkan demokrasi di Indonesia. Masalah hidup pun sebagai elemen yang tak terpisahkan dari persoalan sosial perlu mendapat perhatian serius. Kenyataannya, kerusakan lingkungan telah terjadi di lingkungan kota, pesisir, dan pegunungan. Sedangkan lingkungan kerusakan lingkungan ini mulai dari air,udara, tanah, dan pelanggaran tata ruang, alhi fungsi lahan, praktek ekploitasi hingga pelanggaran hokum lingkungan.
Kedua,
Dimensi keagamaan merupakan subjek yang tidak bisa di abaikan. Indonesia adalah Negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Sehingga bisa di katakana sebagai laboratorium kajian islam (Islamic Studies), mengingat permasalahan-permasalahan yang menyangkut keislaman banyak bermunculan di Negara ini. baik yang terkait internal umat islam sendiri maupun dalam hubungannya dengan yang lain. Permasalahan-permasalah spesifik misalnya tentang distribusi zakat, infak dan sedekah belum terkelola secara efektif; masyarakat masih banyak yang but huruf Arab (Al-Qur’an); rendahnya pengetahuan masyarakat terkait keagamaan; minimnya lembaga kajian keagamaan di lingkungan masyarakat; sering terjadi penistaan agama; dan fungsi keagamaan dalam menangani npermasalahan umatnya belum efektif. Semua ini, perlu kajian dan tindakan nyata dalam pengelolaannya. Dalam hal ini, di rasakan sekali tentang minimnya perhatian yang memadai khususnya terhadap mesjid,majlis ta’lim, madrasah, pondok pesantren dan sebagainya. Padahal, bila dimensi keislaman ini mendapat penanganan yang memadai secara simultan melalui perancangan agenda-agenda yang strategis maka Islam di Indonesia dapat menjadi benteng pertahanan dunia.
Ketiga,
Dimensi kemanusiaan tak kalah pentingnya untuk menjadi sasaran perhatian. Salah satu tema menarik yang selalu hangat di bicarakan di negeri ini adalah permasalahan anak terlantar. Kementrian Sosial mencatat saat ini terdapat 232.000 anak di Indonesia (data tahun 2010) yang hidupnya menggelandang di jalan. Kenyataan ini pun di perlihatkan oleh belum efektifnya penanganan terhadap korban bencana alam, tunawisma, gelandangan dan korban kekerasan yang di timbulkan akibat perang, konflik, terorisme dan lain-lain. Jelaslah bahwa kehidupan masyarakat di Indonesia masih berhadapan dengan beragai krisis. Tentu amat ironis di suatu negeri yang masyarakatnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keagamaan dan sosial kemasyarakatan, masih di temukan hal-hal yang tidak di harapkan, tetapi semua itu merupakan kenyataan yang tak bisa di bantah. Dalam pendahuluan buku “Pedoman Penangkis Crisis, 1935” KH.R.Zainuddin Fananie menegaskan : “ Berapa banjak perkoempoelan jang timboel, lebih-lebih dalam masa kesadaran dan zaman kemadjoean sekarang ini, disana timboel disana moentjoel tegak perkoempoelan dan perserikatan, party ini dan perserikatan itoe. Akan tetapi sajang!!! Alangkah banjaknja jang djatoeh roboh, djika tidak, ia bernasib merana, mati segan,hidoep tak maeo, mati tak tentoe koeboernja, hidoep tak tentu rimbanja”.
Berdasarkan landasan pemikiran di atas, Fananie Center merasa perlu melakukan perhatian,pencermatan,penelitian, kajian dan survey secara komprehensif, integral dan mendalam, agar berbagai persoalan dapat ditangani secara professional,akuntabel,transparan, amanah dan tepat sasaran. Dengan demikian, harapan besar KH.R.Zainuddin Fananie relevansi-nya dengan agenda penguatan aspek hokum,ekonomi,pendidikan,agama dan budaya, demi menompang terciptanya masyarakat madani yang kita cita-citakan dapat di wujudkan di Indonesia.